Pernahkah anda mengendarai sepeda motor di jalan raya dan mengalami kejadian tidak enak karena sesama pengendara kendaraan roda dua ini? Atau pernahkah anda sedang mengendarai mobil merasa kesal karena ulah para pengendara sepeda motor, yang seperti seenaknya pindah jalur, keluar dari jalan kecil memasuki jalan besar tanpa tengak-tengok, atau tiba-tiba menyelip di depan mobil anda? Saya tebak, pasti sering!

Berbicara bagaimana ke-kurang-sopan-santun-an para pengendara sepeda motor di sekitar kita, tidak lepas dari faktor terlalu mudahnya turunnya fasilitas kredit dari lembaga-lembaga keuangan yang memungkinkan pertambahan ribuan motor setiap bulannya di Indonesia, terutama di kota-kota besar yang fasilitas kendaraan umumnya sangat tidak memadai. Juga sangat mudahnya pihak kepolisian mengeluarkan izin mengemudi berupa SIM bagi para calon pengendara baru tanpa adanya seleksi yang ketat, termasuk pemeriksaan aspek psikologi mereka.

Saya sendiri sering menggunakan motor, meskipun sebatas di dalam lingkungan perumahan Cikarang Baru. Untuk jarak yang jauh-jauh, saya kurang pede dan rasanya selalu waswas. Saya punya pengalaman yang cukup berkesan, yang membuat adrenalin saya naik dalam menggunakan motor ini, sebagai pembonceng kawan saya (catatan: artinya saya yang duduk di belakang) pergi ke Bekasi Barat menyusuri jalan Kalimalng di suatu sore.

Wuihhh....motor yang jumlahnya ratusan bahkan mungkin ribuan bagaikan air bah menerjang semua ruang jalan! Di lampu merah, semua berusaha untuk tampil paling depan. Yang namanya mobil, harap tahu dirilah!

Dengan jarak yang sangat dekat, satu motor dengan motor lain, sebagian dari mereka seperti dengan tidak sabar menanti lampu merah berubah menjadi hijau. Tidak sedikit di antara mereka yang menunggu sambil menggeber-geber gas motornya.

Begitu lampu hijau menyala, bagaikan di sirkuit balap saat bendera start kotak-kotak diangkat, motor-motor itu melaju dengan kencang berusaha paling dahulu melewati perempatan. Selepas perempatan, pacuan itu makin sungguhan dengan laju motor yang makin kencang, karena mereka yang duluan melewati adalah para pengendara motor yang haus akan jalan yang masih kosong di depannya. Sementara yang di belakang, tinggal kebagian badan jalan yang sudah penuh dengan berbagai macam
kendaraan.













Hanya ilustrasi (sumber gambar: situsotomotif.com)

Kawan saya yang membawa motor mengikuti gaya mereka seperti itu, sementara saya yang duduk di belakangnya hanya bisa pasrah, karena saya tidak seberani mereka. Kadang-kadang saya (jujur deh) memejamkan mata saya karena merasa ngeri. Penakut ya? Mungkin, tapi saya tidak merasa sebegini takut jika sedang membawa mobil.

Kok mereka pada berani ya? Apa karena terpaksa, harus ikut-ikutan?
Kalau tidak ikut, dia akan tertinggal?

CP, Jan 2010
http://www.ceppi-prihadi.co.nr

0 Comments:

Post a Comment