Peristiwa meluapnya air sungai Cilemahabang pada tanggal 15 April lalu yang "hampir" menimbulkan lagi banjir di perumahan Cikarang Baru menyisakan rasa khawatir dan sedikit trauma pada sebagian warga, khususnya yang lokasi tempat tinggalnya dekat dengan sungai tersebut.
Beberapa hari terakhir pun hujan lebat yang mengguyur kawasan Cikarang dan sekitarnya, meskipun tidak berlangsung lama, sudah menyebabkan tinggi permukaan air sungai yang membelah kompleks perumahan ini mendekati "zona merah". Warga yang menyaksikan langsung bagaimana tingginya permukaan air sungai kembali merasa waswas, sementara yang berada di tempat lain pada saat hujan berlangsung, umumnya mencari kabar akan kondisi cuaca di Cikarang Baru juga termasuk kondisi permukaan air sungai tersebut.

Untuk mengurangi resiko terjadinya banjir akibat meluapnya air sungai pada saat terjadinya hujan, pihak Jababeka (atau dari pemda ya?) melaksanakan kegiatan peninggian tanggul yang berada di sisi perumahan, dengan timbunan tanah. Jika anda dalam beberapa hari ini melewati jalan Cilemahabang Raya, maka anda akan disuguhi pemandangan banyaknya tumpukan tanah di pinggir jalan, ada juga yang sampai agak tengah sehingga sedikit menggangu arus lalu lintas 2 arah di jalan ini, yang akan dipakai untuk proyek peninggian tanggul tersebut.


Tumpukan tanah di pinggir jalan yang akan dipakai untuk meninggikan tanggul

Uniknya, material tanah yang dipakai untuk meninggikan tanggul di pinggir sungai Cilemahabang tersebut, sejauh pengamatan saya berasal dari hasil penggalian tanah pada proyek pembangunan SPBU yang ceritanya pernah saya sampaikan beberapa waktu lalu. Jadi daripada tanah hasil galian lokasi SPBU itu dibuang ke tempat lain, pikir pihak Jababeka (mungkin lho!), lebih baik dimanfaatkan untuk meninggikan tanggul yang sudah kurang memadai untuk mengimbangi tingginya permukaan air sungai pada saat hujan lebat agar tidak meluap keluar .


Tanggul yang sudah ditinggikan (kira-kira menjadi 1 m tingginya)

Apakah material tanah hasil penggalian proyek SPBU itu cukup untuk meninggikan tanggul sepanjang jalan Cilemahabang? Tentu saja tidak. Dan itu artinya dibutuhkan material tanah yang berasal dari tempat lain. Atau barangkali panjang tanggul yang akan ditinggikan hanya sebatas habisnya hasil penggalian lokasi SPBU, itu masih menjadi pertanyaan sebagian warga yang bertempat tinggal tidak jauh dari SPBU tersebut maupun yang sehari-hari melewati jalan Cilemahabang Raya.


Di sisi lain, yang merupakan kawasan industri, juga diadakan peninggian tanggul dan perbaikan sistem saluran air

Efektivitas keberadaan tanggul yang sekarang dipertinggi itu pun perlu dibuktikan pada saat hujan lebat merata di sepanjang aliran sungai Cilemahabang mulai dari hulu, apakah cukup memadai menjadi dinding benteng perhananan bagi wilayah yang berada di pinggiran sungai tersebut.Seharusnya tanggul itu bisa mencegah muntahnya air dari garis pinggir sungai ke jalanan dan kawasan perumahan di sekitarnya, serta termasuk juga kawasan industri KIJ II. Dengan seperti itu, adanya tanggul sepanjang pinggiran sungai yang efektif bisa menentramkan perasaan warga perumahan, dan juga para pengusaha di kawasan industri tersebut, yang sering merasa waswas dan khawatir setiap hujan turun.

Sayangnya, setiap habis hujan, yang dialami warga mau pun para pelintas jalan Cilemahabang Raya adalah kondisi jalan yang becek dan berlumpur, akibat air hujan yang turun di sepanjang jalanan tersebut tidak mempunyai jalur buangan sehingga menjadi genangan-genangan air ditambah lumpur yang berasal dari kikisan tanggul tanah tersebut. Kapan keringnya? Ya, menunggu adanya matahari yang akan menguapkan genangan air tersebut.

Kita berharap, Cikarang Baru bisa menjadi perumahan yang tetap nyaman untuk dihuni.


Salam,
--
Ceppi Prihadi
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

Baca Selengkapnya...

Ada guyonan dari seorang ibu teman anak saya. Katanya tempat sampah terbesar di dunia adalah berada di Indonesia. Nama tempat sampah itu adalah Indonesia Raya. Indonesia Raya? Hah! Nggak salah tuh?
Benar. Nama itu dilontarkannya untuk menyindir orang-orang kita yang dengan seenaknya membuang sampah di mana saja. Dianggapnya mungkin, di semua wilayah Indonesia orang bisa membuang sampah.

Jadi kalau anaknya, meskipun sudah diajarkan berkali-kali agar membuang pada tempatnya, pada saat berada di dalam mobil membuang sampah ke luar kaca jendela, sang Ibu menegur," Jangan membuang sampah ke luar, Nak!. Memangnya Indonesia Raya ini tempat sampah!"

Namun sayangnya, contoh yang diberikan orang-orang di sekitar kita sering menghapus pelajaran yang diberikan dari orang tuanya. Anak melihat sampah berserakan di mana-mana, di pinggir jalan, di pinggir sungai, di tanah kosong dekat rumah dan banyak lagi tempat yang sebenarnya bukan tempat sampah. Atau melihat orang membuang sampah dari balik kaca jendela mobil, mobil mewah lagi, ke jalan. Plung! Tanpa sedikit pun merasa bersalah dan malu dilihat oleh orang lain. Benar-benar dianggapnya setiap jengkal wilayah tempat orang itu berada adalah tempat membuang sampah.
Anak-anak bisa menjadi terpengaruh oleh apa yang dilihatnya sehari-hari di luar rumah.

Di Cikarang Baru ini, jalur hijau yang berada di tengah-tengah kawasan bisnis Kasuari Raya - Kedasih Raya - Anggrek Raya - Puspa Raya (saya tidak mengerti, mengapa Jababeka memberi beberapa nama untuk jalan yang sebenarnya hanya satu jalan, hanya 1 tarikan garis saja) menjadi tempat hiburan dan arena nongkrong warga Cikarang Baru dan sekitarnya untuk menikmati waktu akhir pekannya. Dari mulai sehabis maghrib, lokasi tersebut mulai ramai. Tua muda, anak-anak sampai ke orang lanjut usia, laki-laki perempuan, yang hanya berdua maupun yang beramai-ramai, semuanya numplek blek di sana, memenuhi hamparan rumput jalur hijau tersebut (termasuk yang sedang memadu kasih...he.he.he..makanya jalur hijau tersebut disebut rumput seribu janji!)

Banyak di antara mereka yang membawa makanan dan minuman, atau memesannya dari pedagang yang berada di seberang jalan. Sayangnya, karena di area tersebut tidak disediakan tempat sampah, ditambah kebiasaan orang kita yang tidak pernah mau untuk mengumpulkan di satu tempat sisa atau pun bungkus dari makanan/minuman yang mereka santap, apalagi membawa pergi sampah yang mereka hasilkan, jadilah di pagi harinya hamparan rumput hijau tersebut menjadi penuh dengan ceceran sampah.

Photobucket
Pemandangan dari arah jalan Kedasih Raya

Memang nantinya ada pasukan berbaju jingga yang akan membersihkannya, memungut sampah itu satu demi satu untuk mengembalikan kebersihan dan keindahan area tersebut.

Photobucket
Pemandangan dari arah jalan Kasuari Raya

Apakah kebanyakan orang kita memiliki mental majikan, yang mau enaknya membuang sampah termudah di manapun dari tempat mereka duduk-duduk, tanpa mau bersusah payah mengumpulkan dan membawa pergi sampah mereka sendiri? Karena merasa nantinya akan ada petugas yang membersihkannya? Merasa bahwa mereka sudah membayar makanan/minuman yang dibeli dan dimakan diminumnya, sehingga tidak perlu lagi menjaga kebersihan tempat itu? Merasa ada tempat sampah Indonesia Raya?

Bagaimana kalau sekali-sekali para petugas tidak usah membersihkan tempat itu sampai minggu depannya?
Biarkan hamparan rumput tersebut menjadi kotor dan berantakan!
Pasti orang-orang menjadi malas untuk kembali ke situ. Sekali-sekali patut dicoba tuh!

CP, Mei 2010
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

Baca Selengkapnya...

Beberapa hari yang lalu di tanah kosong dekat jembatan penghubung kawasan industri Jababeka II dengan perumahan, didirikan pagar seng mengelilingi sebuah area berbentuk segitiga lengkap dengan sebuah bedeng di dalamnya. Pertama kali melihatnya saya menduga, yakh...paling-paling mau dibangun ruko lagi. "Ruko yang sudah ada saja masih banyak yang kosong, mau bangun lagi! Nggak salah nih Jababeka?" pikir saya.

Namun semalam, saya menyadari bahwa anggapan saya selama ini keliru. Rupanya proyek yang akan dikerjakan di lokasi itu bukanlah membangun ruko, melainkan sebuah pom bensin (?)! Dan tadi pagi sepulang dari jalan-jalan, saya baru sempat mengambil fotonya.

Pemandangan lokasi yang akan dibangun pom bensin(?)

Apakah benar di lokasi tersebut akan dibangun sebuah SPBU? Entahlah. Namun melihat logo Pertamina yang tertempel di sekeliling pagar seng proyek tersebut, indikasi itu jelas. Hmm...sebuah SPBU di tengah-tengah perumahan dan bukan di jalan utama? Baru kali ini saya lihat. Hanya di Kota Hijau, Cikarang Baru.

Pagar seng yang dihiasi sekelilingnya dengan kertas bergambar logo Pertamina

Kabar yang saya terima esok harinya dari kawan saya, memastikan bahwa proyek tersebut, memang untuk membangun sebuah pom bensin kecil, yang ditujukan hanya untuk konsumen sepeda motor dan mobil pribadi. Katanya, pom bensin tersebut tidak akan menyediakan bahan bakar solar, yang biasanya digunakan oleh kendaraan-kendaraan berukuran besar.

Wah, enak dong kita yang tinggal di daerah ini. Karena untuk mengisi bensin motor atau mobil, kita tidak perlu jauh-jauh lagi pergi ke depan.

Yang penting, sejauh faktor safety/keamanan terutama dari bahaya kebakaran dan pencemaran lingkungan terpenuhi, serta sudah dilakukan analisa dampak lingkungan serta dampak lainnya, kita sebagai calon konsumen hanya bisa menyambutnya dengan gembira. Di Cikarang, sangat banyak lho pom bensin. Kita tidak pernah antri lama-lama.

CP, Mei 2010
http://ceppi-prihadi.blogspot.com/

Baca Selengkapnya...
;;