Ada guyonan dari seorang ibu teman anak saya. Katanya tempat sampah terbesar di dunia adalah berada di Indonesia. Nama tempat sampah itu adalah Indonesia Raya. Indonesia Raya? Hah! Nggak salah tuh?
Benar. Nama itu dilontarkannya untuk menyindir orang-orang kita yang dengan seenaknya membuang sampah di mana saja. Dianggapnya mungkin, di semua wilayah Indonesia orang bisa membuang sampah.

Jadi kalau anaknya, meskipun sudah diajarkan berkali-kali agar membuang pada tempatnya, pada saat berada di dalam mobil membuang sampah ke luar kaca jendela, sang Ibu menegur," Jangan membuang sampah ke luar, Nak!. Memangnya Indonesia Raya ini tempat sampah!"

Namun sayangnya, contoh yang diberikan orang-orang di sekitar kita sering menghapus pelajaran yang diberikan dari orang tuanya. Anak melihat sampah berserakan di mana-mana, di pinggir jalan, di pinggir sungai, di tanah kosong dekat rumah dan banyak lagi tempat yang sebenarnya bukan tempat sampah. Atau melihat orang membuang sampah dari balik kaca jendela mobil, mobil mewah lagi, ke jalan. Plung! Tanpa sedikit pun merasa bersalah dan malu dilihat oleh orang lain. Benar-benar dianggapnya setiap jengkal wilayah tempat orang itu berada adalah tempat membuang sampah.
Anak-anak bisa menjadi terpengaruh oleh apa yang dilihatnya sehari-hari di luar rumah.

Di Cikarang Baru ini, jalur hijau yang berada di tengah-tengah kawasan bisnis Kasuari Raya - Kedasih Raya - Anggrek Raya - Puspa Raya (saya tidak mengerti, mengapa Jababeka memberi beberapa nama untuk jalan yang sebenarnya hanya satu jalan, hanya 1 tarikan garis saja) menjadi tempat hiburan dan arena nongkrong warga Cikarang Baru dan sekitarnya untuk menikmati waktu akhir pekannya. Dari mulai sehabis maghrib, lokasi tersebut mulai ramai. Tua muda, anak-anak sampai ke orang lanjut usia, laki-laki perempuan, yang hanya berdua maupun yang beramai-ramai, semuanya numplek blek di sana, memenuhi hamparan rumput jalur hijau tersebut (termasuk yang sedang memadu kasih...he.he.he..makanya jalur hijau tersebut disebut rumput seribu janji!)

Banyak di antara mereka yang membawa makanan dan minuman, atau memesannya dari pedagang yang berada di seberang jalan. Sayangnya, karena di area tersebut tidak disediakan tempat sampah, ditambah kebiasaan orang kita yang tidak pernah mau untuk mengumpulkan di satu tempat sisa atau pun bungkus dari makanan/minuman yang mereka santap, apalagi membawa pergi sampah yang mereka hasilkan, jadilah di pagi harinya hamparan rumput hijau tersebut menjadi penuh dengan ceceran sampah.

Photobucket
Pemandangan dari arah jalan Kedasih Raya

Memang nantinya ada pasukan berbaju jingga yang akan membersihkannya, memungut sampah itu satu demi satu untuk mengembalikan kebersihan dan keindahan area tersebut.

Photobucket
Pemandangan dari arah jalan Kasuari Raya

Apakah kebanyakan orang kita memiliki mental majikan, yang mau enaknya membuang sampah termudah di manapun dari tempat mereka duduk-duduk, tanpa mau bersusah payah mengumpulkan dan membawa pergi sampah mereka sendiri? Karena merasa nantinya akan ada petugas yang membersihkannya? Merasa bahwa mereka sudah membayar makanan/minuman yang dibeli dan dimakan diminumnya, sehingga tidak perlu lagi menjaga kebersihan tempat itu? Merasa ada tempat sampah Indonesia Raya?

Bagaimana kalau sekali-sekali para petugas tidak usah membersihkan tempat itu sampai minggu depannya?
Biarkan hamparan rumput tersebut menjadi kotor dan berantakan!
Pasti orang-orang menjadi malas untuk kembali ke situ. Sekali-sekali patut dicoba tuh!

CP, Mei 2010
http://ceppi-prihadi.blogspot.com

0 Comments:

Post a Comment